Setiap tanggal 14 Februari, banyak generasi muda, tanpa terkecuali
generasi muda Islam merayakan Valentine’s Day (hari kasih sayang).
Hari tersebut merupakan hari “keramat” yang ditunggu kedatangannya.
Karena bagi kalangan muda, merupakan moment yang tepat untuk
mencurahkan kasih sayang kepada sang “pacar”. Valentine’s Day yang
dibungkus dengan kertas suram dan lusuh, sepertinya Islami dan dapat
diterima akal, tetapi sebenarnya bertentangan dengan al-Quran dan
al-Hadis. Sebagian generasi muda Islam berasumsi, “nilai-nilai islam
sudah kuno”, sehingga perlu dan sekularisme.
Valentine’s Day, berawal dari semboyan sederhana yang dilancarkan
“ghazwul fikri” (infasi pemikiran), yang hasilnya berkembangnya budaya
“pacaran”. Saling memberikan kartu ucapan kasih sayang, cendra mata
berupa kado, kembang gula, boneka lucu, dan pernak-pernik lainnya.
Pada umumnya, pernak-pernik untuk keperluan Valentine’s Day bernuansa
pingk, warna yang terkesan lembut dan romantis. Warna ini sangat pas
mewakili perasaan damai orang yang sedang kasmaran, atau yang ingin
memanfaatkan moment itu untuk mengungkapkan perasaannya.
Pada awalnya, Valentine’s Day merupakan acara pemberian kasih sayang
kepada orang tua dari anak, dari abang kepada adik dan kepada
keluarga-keluarga lainnya. Namun realitasnya belakangan ini
disalahgunakan oleh kalangan muda/i. Mereka biasanya membuat acara
spesial Valentine’s Day dengan kawan-kawan sebaya, dengan pacar dan
sebagainya.
Sejarah Valentine’s Day
Sebenarnya, sejarah Balentine’s Day ada beberapa versi. Dalam tulisan
ini cukup diulas dua versi saja. Pertama, pada abad ke-3 M, berkuasa
seorang raja Romawi yang bernama Claudus II Chotcus. Pada tanggal 14
Februari 269 M, raja Romawi tersebut menghukum seorang pendeta yang
bernama Santo Valentine, yang dianggap bersalah karena menentang
ketentuan kerajaan.
Santo Valentine’s telah menikahkan sepasang remaja, yang sedang
menjalin cinta kasih. Tindakan ini dianggap bertentangan dengan
ketentuan kerajaan. Ketentuan raja Romawi saat itu, laki-laki muda dan
single dilarang menikah. Sebab, prajurit kerajaan yang belum menikah
dianggap memiliki keunggulan yang luar biasa di medan perang.
Bagi pihak gereja, tindakan Santo Valentine’s dianggap benar, karena
sudah melindungi orang yang sudah bercinta. Sehingga ia dinobatkan
sebagai pahlawan “kasih sayang”. Bahkan, Paus St Julius I, membangun
monumen untuk menghormati jasa beliau.
Kedua, Valentine’s Day juga merupakan warisan budaya Romawi kuno,
yakni pemujaan dan penyembahan terhadap dua dewa besar. Yaitu Desa
Lupercus (dewa kesuburan, padang rumput dan ternak), dan dewa Faunus
(dewa alam semesta). Upacara ini dilakukan setiap tanggal 15 Februari,
masa kekuasaan Kaisar Constantine (280-337).
Upacara pemujaan terhadap dua maha dewa tersebut, diawali dengan
penyembelihan binatang ternak. Darah dari pisau penyembelihan binatang
ternak tersebut, dioleskan ke dahi para pemuda yang mengikuti upacara
sakral tersebut. Selanjutnya, dibuat cambuk dari kulit hewan kurban,
dan dibawa mengelilingi bukit “Falatine”.
Dalam acara mengelilingi bukit Falatine, para pemuda akan mencambuki
setiap gadis dan wanita yang ditemuinya. Anehnya, wanita yang dicambuk
itu, menerima dengan senang hati, tanpa perasaan marah dan dendam.
Karena mereka beranggapan cambuk tersebut “bertuah” dan dapat
mengembalikan kesuburan wanita.
Setelah upacara perayaan selesai, raja memberikan kesempatan wanita,
untuk menyampaikan pesan cintanya kepada laki-laki pujaannya, pada
sebuah jambangan besar yang telah disediakan. kemudian remaja pria
akan menerima pesan-pesan cintanya tersebut.
Dilanjutkan dengan cinta kasih, antara sepasang remaja yang telah
saling memberi dan saling menerima cinta. Kemudian secara
berpasang-pasangan bernyanyi bersama, dan berdansa.
Tinjauan Islam Tentang Valentine’s Day
Adapun tinjauan Islam tentang Valentine’s Day adalah sebagai berikut,
yaitu. Pertama, Valentine’s Day adalah kebudayaan non muslim. Menilik
sejarah Valentine’s Day, terlihat bahwa hal tersebut salah satu
upacara peribadatan (pensucian diri) umat Nasrani, yang diadopsi dari
budaya Romawi kuno.
Valentine’s Day tidak bersumber dari Al-Qur’an dan Al Hadist. Islam
tidak memperkenankan (haram) mengambil peribadatan yang tidak
mempunyai dasar hukum, di luar al-Quran dan al-Hadis. Tindakan yang
demikian dinamakan bid’ah. Hadis Rasulullah, “Siapa yang mengada-ada
sesuatu dalam agama Islam, sesuatu yang tidak ada dasar dari padanya,
maka ia pasti ditolak”. HR.Bukhari Muslim.
Islam adalah agama yang universal, sehingga tidak ada yang tinggal
dan tidak dijelaskan Allah maupun Rasulnya. Allah SWT, memerintahkan
umatnya agar selalu berada di dalam al-Quran dan al-Hadis. Firman
Allah: “Sesungguhnya inilah jalanku, yang lurus, ikutilah dan jangan
mengikuti yang lainnya. (QS. 06:153) Namun realitasnya, tidak sedikit
generasi muda Islam, yang terbawa arus mengikuti perayaan Valentine’s
Day tersebut. Padahal dalam Islam, perbuatan yang demikian jelas tidak
diperbolehkan.
Kedua, Valentine’s Day adalah perbuatan mendekati zina. Islam
melarang umatnya untuk mendekati zina, apalagi turut andil dalam
perbuatan zina. Firman Allah, “Janganlah engkau mendekati zina,
sesungguhnya zina itu perbuatan yang kotor dan seburuk-buruk jalan.
(QS 17:32). Pacaran merupakan salah satu perbuatan yang mendekati
zina, karena itu Islam tidak mengenal “konsep pacaran”.
Ketiga, Valentine’s Day adalah perbuatan mubazzir. Umat Islam
dituntut untuk meninggalkan kehidupan yang berpoya-poya dan
bermewah-mewah. Dunia adalah perantarah (wasilah) untuk menuju
kehidupan akhirat yang abadi. Umat Islam harus senantiasa mensyukuri
nikmat Allah, dan membelanjakajn apa yang dimilikinya kepada jalan
Allah.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar